3 Tingkatan Habit, Nomor Tiga Sangat Jarang Orang Bisa

Ruslan
3 min readOct 3, 2022

--

Photo by Tim Johnson on Unsplash

Sepanjang saya dalami ilmu tentang Habit, maka makin sadar kalo sebenarnya tingkatan yang baru saya pelajari ditingkat yang masih rendah. Sebab ternyata, diluar sana banyak tokoh-tokoh yang begitu kokoh dalam membentuk kebiasaannya.

Setidaknya ada tiga tingkatan habit. Dari sini kita bisa menilai sudah dimana tingkatan habit kita

  1. Habit sebagai Beban

Pada tingkat pemula, biasanya kita akan memulaid dengan bersusah payah, apalagi dengan metode daily habit ini, paling tidak mesti ada empat habit yang harus dimulai. Dan tentunya itu tidak mudah

Makanya kita akan merasa berat dan terbebani di fase ini. Sebab kondisinya kita mulai dengan alam sadar yang membutuhkan banyak energi. Kita masih berfikir untuk mengerjakan habit tersebut.

Misalnya saat kita mulai belajar mobil, diawal-awal rasanya berat sekali, apalagi harus memikirkan cara memulai untuk menaikturunkan gas bersamaan dengan melepas dan menekan kopling, sangat-sangat sulit diawal. Itu juga berlaku untuk kebiasaan-kebiasaan lainnya.

Tapi yang pasti, tahap ini mau tidak mau harus dilalui sebagai langkah awal untuk memulai habit yang kukuh. Makanya ada istilah

“ dipaksa dahulu, terbiasa kemudian”

juga istilah lain yang sering kita dengar

“no pain, no gain” bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian

2. Habit Sebagai Rutinitas

Setelah konsisten menjalani habit sebagai beban hidup, tanpa mengeluh dan terus berusaha untuk mengulanginya terus menerus. Kita akan sampai pada tahap habit yang terotomatisasi.

Habit yang bisa dijalankan tanpa digerakkan oleh alam sadar, melainkan dikontrol penuh oleh alam bawah sadar. Karakteristik alam bawah sadar tidak memerlukan banyak energi untuk menggerakan habit yang sudah terotomatisasi. Sehingga habit tidak lagi sebagai beban, melainkan rutinitas

Misalnya setelah bersusah payah belajar mengemudikan mobil. Berulang kali injak kopling, rem dan gas, berulang kali pula melakukan kesalahan. Akhir perlahan kita tidak lagi berfikir untuk melakukan tindakan-tindakan untuk menjalankan mobil. Tanpa terasa semua terasa otomatis tanpa befikir dan tanpa sadar.

Meski terlihat ideal, tapi kondisi ini bagi saya masih bersifat netral. Pada dasarnya karena kita sudah terbiasa bukan berati kita menyukai habit tersebut 100%. Sebut saja koki yang bekerja di restoran, meski tangannya gesit mengambil bumbu menu-menu masakan serta meraciknya menjadi masakan yang enak, tapi belum tentu dia benar-benar menyukai memasak. Sebab memasak hanyalah rutinitas.

3. Habit sebagai Candu

Kecanduan terjadi karena reaksi dophamine yang dikeluarkan dalam tubuh ketika kita melakukan aktifitas yang kita sukai dan terjadi terus menerus.

Pada dasarnya kecanduan berkonotasi negatif. Karena candu sendiri melekat erat pada aktifitas yang merusak dan sia-sia. Makanya sangat jarang orang-orang menggunakan kata candu untuk hal positif. Sebab sangat sulit untuk bisa candu pada hal positif tersebut.

Misalnya, akan sulit kita temuka orang yang candu untuk membaca Al-Qur’an, namun kita dengan mudah menemukan orang yang candu pada game, musik dsb.

Tapi perlu diingat, bukan berarti orang yang kecanduan pada hal-hal positif tidak ada. Hal ini bisa kita temukan pada ulama, para ahli ilmu, dan ahli ibadah yang bukan hanya konsisten, tapi mereka menikmati habit tersebut. Dophamine mereka terlepas pada aktifitas yang positif, saat membaca Al-Qur’an, saat sholat, saat mengkaji ilmu. Sehingga aktifitas tersebut bukan hanya rutinitas, tapi sebagai penghibur hati dan bunga-bunga kebahagiaan bagi mereka.

Dan tentulah habit positif yang menjadi candu menjadi tingkat yang paling diinginkan, karena dengannya, kita tidak lagi merasa perlu mencari hiburan lain. Sebab dengan habit tersebut saja sudah menjadi hiburan plus juga manfaat.

Untuk mencapai tingkat ini tentulah tidak gampang. Dan sejujurnya, kurikulum daily habit yang saya tulis ini hanya sampai pada tingkat kedua. Sampai saat ini tidak banyak yang saya ketahui tentang cara untuk naik tingkat ke level ketiga.

Semoga kita bisa menikmati hari-hari dengan hanya dicukupkan pada hal-hal baik saja, sehingga kita tidak memerlukan lagi hal-hal yang buruk yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga bermanfaat

--

--

Ruslan

Lebih banyak belajar tentang pembentukan kebiasaan dan produktifitas